event di Dejavu

event di Dejavu

Monday, September 14, 2009

Musisi Pun Bisa Kritis


Ini hanyalah salah satu pekerjaan saya, yakni mewawancarai orang-orang yang terkait dengan masalah yang diangkat oleh majalah FORUM Keadilan. Nah, kebetulan majalah FORUM akan mengadakan civil society award, yang Slank mendapat award dibidang sosial dan budaya. Saya pun mendapat kesempatan terhormat untuk mewawancarai Slank. Jumat (7/9) lalu kesempatan itu berbuah setelah mendapat izin untuk mewawancarai Bimbim, drummer Slank.

"Kita Perlu Revolusi Budaya”

Tidak banyak seniman, khususnya musisi seperti Slank yang menyuarakan kritik sosial serta dukungannya dalam pemberantasan korupsi. Dan musisi seperti mereka lah yang patut diberikan apresiasi karena bisa memberikan perubahan dalam hal pola pikir masyarakat di negara demokrasi seperti di Indonesia ini. Jumat sore pekan lalu, Bimbim, salah satu personil Slank menerima kedatangan Anindisa Haris Prasetyo serta fotografer Indra Jaya dari FORUM dan bercerita banyak tentang masalah demokrasi hingga masalah korupsi di Indonesia. Berikut petikan wawancaranya.


Demokrasi di mata Slank ?

Kalau gue, dari keluarga, itu dari meja makan. Cerita tentang satu hal apa yang terjadi, cerita tentang pendapat yang ujungnya mengalami perbedaan. Kadang-kadang harus meninggalkan meja makan tapi kemudian besok pagi berkumpul lagi. Semua punya hak, mulai dari bapak, ibu sampai anak, yang semuanya punya mimpi dan akhirnya sharing. Dan di demokrasi pasti ada yang tidak puas, tapi kita saling memaafi dan menghargai perbedaan pendapat. Kalau puas itu otoriter namanya ha..ha..ha…

Bagaimana Slank melihat Indonesia sekarang ini ?

Kalau gue lihat, praktis Indonesia baru belajar demokrasi sepuluh tahun ini semenjak merdeka. Karena selama ini demokrasi itu ditangan Bung Karno (Soekarno) dan pak Harto (Soeharto) kan. Kita tidak pernah diajarkan bagaimana berdemokrasi. Soal reformasi, kita juga baru belajar. Walau gue bilang prosesnya itu lambat tapi sudah mengarah kesana. Jadi sekarang, selama kita ingin terlibat dalam demokrasi semua bisa terjadi.

Anda mengatakan bahwa selama ini demokrasi itu hanya ditangan Bung Karno dan pak Harto, apa masyarakat sekarang ini sudah mempelajari dan menerapkan demokrasi ?

Masyarakat kita baru memulai dalam sepuluh tahun terakhir ini. Jadi walau ada berantem-berantem dulu, atau emosional. Karena demokrasi itu butuh gizi dan pendidikan. Kalau manusianya itu kurang gizi pasti emosional semua. Dan kalau pendidikannya gak bagus, pasti anarkis semua. Salah satu nya, pers juga kuat karena merupakan simbol kekuatan demokrasi. Karena, kadang-kadang kalau polisi kita adukan kasus pembajakan yang menimpa Slank misalnya, dia (polisi) cuek saja. Atau jawabannya, “sorry nih mas Bimbim, kita lagi konsentrasi ke teroris sama illegal logging”. Tapi kalau kita datang ke polisi dan membawa wartawan serta diekspose oleh media massa, malu pasti polisinya. Jadi disitu kekuatan pers atau media untuk mendobrak pembelajaran demokrasi.

Berarti penting ya kerjasama dan koordinasi antara pers, masyarakat, seniman serta LSM dalam memperkuat demokrasi ?

Iyalah. Soalnya kalau rakyatnya tidak terlibat, atau banyak LSM serta pers yang diam itu percuma saja. Dan orang-orang lama akan nutupin terus juga tidak mau merubah sesuatu yang menjadi set mereka.

Sedikit berbicara ke belakang, kenapa Slank memilih tema-tema lagu yang bersifat kritik sosial ?

Slank itu kan berdiri dari tahun 1983. Dari belum rekaman sampai mendapat kontrak rekaman pada tahun 1989 dan album baru beredar tahun 1990, kita boring (bosan) dengan era 89-90 yang musiknya pop-pop cinta, atau lirik-lirik yang sansekerta (puitis), kita ingin membawakan musik tentang lingkungan kita yang apa adanya dan terdiri dari empat unsur, yakni cinta, remaja, youth movement (pergerakan remaja) yang berontak terhadap feodalisme, orang tuaisme, lingkungan serta kemapanan dan kontrol sosial. Memang dari album pertama, empat unsur itu selalu exciting (menarik) untuk dibicarakan dan yang senang kita bicarakan itu kita tulis dalam lagu dengan bahasa yang lugas.

Respon masyarakat ketika itu bagaimana. Karena pada waktu itu tidak banyak grup musik yang seperti Slank membawakan tema kritik sosial ?


Alhamdulillah ketika itu mendapat BASF award. Ketika itu belum ada band seperti Slank. Yang ada baru God Bless, dan Grass Rock. Tidak ada band-band pilihan lain lah. Tapi ketika itu lumayan mendapat sambutan dan akhirnya sampai sekarang. Kalau band yang membawakan tema kritik sosial belum ada ya waktu itu. Memang sudah ada Iwan Fals, Doel Soembang, alm. Gombloh yang membawakan kritik sosial. Tapi itu tidak berpengaruh. Setelah album kedua saja kita tur keliling Indonesia dan yang mengundang itu anak-anak pejabat, anak-anak jenderal, anak-anak koruptor yang kita teriaki di lagu. Jadi memang itu eranya orang mau berubah.

Respon pemerintah ketika itu bagaimana. Karena ketika itu kan masih era orde baru ?

Ya pernah ada pengalaman, kalau mau pemilu itu dipaksa-paksa main diacara sebuah partai. Biasanya kita kabur ke Lombok dan tidak bisa ditelepon. Jadi selama pemilu kita di pulau itu (Lombok) tidak ada yang bisa mencari kita. Tapi sebelumnya sempat dipaksa ke salah satu partai untuk ikut, tapi kita tidak mau. Dan kadang-kadang bisa ngancam gitu lah, “awas nanti gue culik loh”. Jadi serem begitu jadinya. Kalau sekarang paling lewat SMS. Kalau SMS ya jawab lagi saja. “Kalau tahu alamat gue, kesini aja. Kenapa mesti lewat SMS”. Tapi kadang-kadang gak terlalu dipikirin juga.

Dilihat dari masyarakat ketika orde baru dan sekarang, apa perbedaan mencolok yang Slank lihat ?

Mereka lebih bisa menuntut hak nya ya. Seperti buruh itu bisa demo sekarang ini, kalau dulu itu bisa bernasib seperti Marsinah. Pelajar saja sudah bisa mempertahankan sekolahnya seperti di Medan. Sudah tahu bahwa di alam demokrasi kita punya hak untuk menyampaikan perbedaan. Bisa dibilang juga kita itu negara demokrasi kedua terbesar setelah Amerika Serikat, negara berkembang lagi dan berhasil. Berhasil maksudnya, kalau Amerika Serikat oke lah pendidikannya tinggi-tinggi. Kalau kita memang masih bego-bego, tapi bisa menjalankan demokrasi walau ada kasus Ambon, Poso, Aceh dan Papua, tapi on track.

Ok, kalau Indonesia sudah berhasil menjalankan demokrasi. Tapi dari segi perekonomian masih belum berhasil. Kan jadinya timpang. Menurut Anda ?

Iya memang timpang. Yang tadi gue bilang, demokrasi itu butuh gizi dan pendidikan, tapi ekonomi kita belum. Semuanya itu kan bersumber dari zaman VOC kan, korupsi maksudnya. Dari jaman Belanda yang ratusan tahun menjajah Indonesia dan hingga sekarang korupsi sudah menjadi budaya. Dan itu sumber kebangkrutan Indonesia itu korupsi sebenarnya. Maka nya kita fight banget sama korupsi. Siapa yang mengajak untuk melawan (korupsi), kita maju lewat musik. Karena korupsi itu sudah menjadi budaya ratusan tahun yang harus direvolusi lewat budaya, yang kalau Slank lewat musik dan lirik. Paling tidak satu generasi lagi, kita menjaga generasi kebawah untuk bilang korupsi itu kampungan banget hari gini. Dan yang generasi selanjutnya, nantinya ada yang merasakan.

Berarti seniman memegang peranan penting sebagai agen perubahan bagi masyarakat ?

Tidak hanya seniman juga. Seperti pers, mahasiswa, LSM juga bisa. Tapi kalau seniman itu lebih bebas lah. Maksudnya orang ingin bergerak di bidang seni atau kebudayaan harus netral, tidak boleh kemanapun kecuali ke kebenaran. Jadi lebih putih lah. Tapi butuh pers juga, butuh LSM dan butuh masyarakat yang peduli biar lebih cepat.

Kalau seniman, khususnya musisi sekarang, mungkin baru Slank saja yang seperti itu (sebagai agen perubahan)?

Sebenarnya banyak di underground atau di indie label. Ada band di Medan yang lebih galak daripada Slank, tapi dia kurang terkenal. Mereka itu band hardcore yang liriknya itu, aparat keparat….aparat keparat. Juga ada band di Bali yang diturunkan dan ditangkap oleh polisi ketika manggung karena membawakan lagu tentang polisi yang korupsi. Kemudian ada juga band Efek Rumah Kaca. Cuma memang kemudian belum terekspose. Slank juga punya empat unsur yang tadi dikatakan, selain sosial juga ada unsur cinta. Maka nya kita selalu bilang, bikin madunya dulu nanti kan semutnya ngumpul. Kalau semutnya sudah ngumpul kita mau kasih racun atau virus, pasti dimakan juga kan. Dan banyak kekurangan band-band yang kritis juga, mereka tidak punya majunya. Akhirnya tidak banyak orang yang mendengar dia juga kan. Selain itu, kekurangan band-band pop yang terkenal ini disaat ngetop dia tidak berbuat sesuatu buat dia dan lingkungan. Padahal bisa saja Kangen band atau ST12 misalnya mumpung lagi naik daun, tiba-tiba bikin lagu yang membantu KPK, pasti orang akan lebih simpati. Itu kesalahan mereka.

Tapi kenapa musik-musik underground belum terekspose. Padahal musik mereka lebih galak daripada Slank ?

Strategi juga. Kan itu band komunitas. Slank kan juga band komunitas. Mereka belum memperbesar komunitas juga. Baru lokal. Masalah strategi, yang gue bilang tadi, kalau mau didengar orang, kita harus punya madu nya dulu. Bagaimana kita mau ngomong, kalau semutnya (orangnya) gak datang. Kalau kita punya madunya, orang akan datang. Dan ketika datang, kita ngomong apa saja pasti didengar.

Apa memang diperlukan inovator atau orang yang membuat gebrakan dari bidang seni ?

Susah juga. Dan itu tidak bisa dipaksakan. Nanti akan hadir sendiri dan pasti ada. Selama masih ada ketimpangan, ketidakadilan, dan isi hati yang diprotes, pasti suatu saat akan hadir musisi yang seperti itu. Karena itu kan masalah exciting. Gimana mau bicarakan masalah kritik sosial, kalau kita tidak memperhatikan lingkungan sekitar.

Anda tadi mengatakan bahwa pendidikan itu dibutuhkan dalam demokrasi. Pendidikannya itu seperti apa ?

Wawasan sih sebenarnya. Nah, TV itu salah satu bentuk pembodohan, padahal banyak TV-TV yang bagus. Tapi lebih banyak TV yang ngegoblokin masyarakat. Padahal kekuatan budaya itu lewat musik, film, TV, buku dan puisi itu bisa merubah pola pikir manusia. Ketika komunis Rusia itu bisa hancur misalnya tanpa ada satu tembakan dari Amerika Serikat kok, tapi lewat musik, film, TV dan buku. TV sebenarnya bisa jadi agen perubahan itu. Tapi kebanyakan lebih mengejar ke rating dan iklan. Padahal bisa saja dengan banyak cara, seperti filmnya Riri Riza dan Mira Lesmana dari film Ada Apa Dengan Cinta sampai Laskar Pelangi itu tetap disukai masyarakat, tapi diberi sesuatu didalamnya, yang akhirnya kita berpikir, bersemangat dan kritis. Seperti pada film Ada Apa Dengan Cinta, dimana ada adegan bapaknya Rangga harus pergi ke luar negeri untuk menghindar dari kejaran aparat. Jadi pelaku seni harus cerdas dan memberikan pencerahan kepada masyarakat.

Apakah perlu ‘meracuni’ musisi lain agar bisa seperti Slank ?

Tapi semua nya mengarah kesana (menjadi agen perubahan). Nanti disaat sudah terkenal atau besar, biasanya akan bingung mau ngapain lagi. Disaat itu orang jadi kritis.

Apa pemerintah harus berperan serta menjadikan masyarakat, pers, LSM dan seniman menjadi agen perubahan ?

Pemerintahkan itu policy nya atau pembuat kebijakan. Maksudnya harus membebebaskan institusi dan masyarakatnya, tapi dikontrol oleh pemerintah dan jangan didiamkan saja. Kalau gue selalu bilang ada dua masalah yang paling besar di Indonesia soal demokrasi, ekonomi, politik dan korupsi adalah kepolisian dan kejaksaan yang jauh dari reformasi dan sampai terlihat menjadi-jadi kelakuan mereka ketika kita melihat di jalanan. Nah, policy di pemerintah mustinya pegang buntutnya mereka. Karena demokrasi itu kan harus ada hukum. Kalau tidak ya bingung donk. Dan hukum itu kan ujung tombaknya kejaksaan dan kepolisian. Tapi kalau mereka itu terlibat korupsi, ya tidak ada masa depannya demokrasinya itu.

Berarti korupsi itu bisa menjadi penghambat demokrasi ya ?

Iya. Hukum itu salah satu pilarnya demokrasi. Karena kalau tidak ada itu ya sembarangan. Masalah Dua institusi itu (kejaksaan dan kepolisian) itu yang paling cepat diobrak-abrik. Kalau perlu taruh jenderal di luar lingkungan polisi atau taruh orang yang diluar kejaksaan untuk menjadi Jaksa Agung. Karena, kalau instusi sudah rusak dari dulu, susah betulinnya kalau dari orang dalam juga. Perlu orang luar untuk masuk dan ngacak-ngacak istilahnya, biar lebih baik. Mungkin lebih hancur tidak apa-apa, yang penting punya harapan.

Seberapa konsen Slank terhadap masalah korupsi ?

Muak sebenarnya. Kita diajarkan untuk jujur dari kecil. Mendingan kita tahan lapar dulu, dibandingkan makan makanan punya abang kita yang belum pulang. Dan di Potlot, hal yang paling kita benci kalau ada yang nongkrong itu klepto (suka mencuri). Mungkin kalau dia itu mabuk atau terkena narkoba itu bisa kita bawa ke Rumah Sakit. Tapi kalau udah klepto, kita ceburin ke kali Potlot. Memang tidak suka terhadap orang-orang yang mengambil hak orang lain, yang bukan hak nya.

Tapi walau sudah ada KPK, kasus korupsi semakin merajalela dan modusnya pun kian canggih. Tanggapan Anda ?

Iya, yang terlibat sudah terlalu besar. Kalau gue melihat KPK adalah harapan. Dan suatu bangsa serta kelompok yang besar itu butuh harapan kan supaya tetap bersatu mengejar mimpinya. Tapi kalau bangsa kita kehilangan harapan, bisa bubar bangsa ini dan bisa jadi sendiri-diri. Ngapain juga gue melawan korupsi, tapi harapannya tidak ada. Mending sendiri-diri.

KPK sendiri kan sedang dalam masalah, mulai dari Anthasari Azhar yang menjadi tersangka kasus pembunuhan sampai wacana pembubaran KPK. Bagaimana Anda melihat hal itu ?

Sebenarnya KPK itu tidak diperlukan kalau kejaksaan dan kepolisiannya itu benar. Tapi selama mereka belum benar, justru itu harus kita pertahankan. Karena oke lah Anthasari bersalah misalnya atau siapapun yang didalam KPK bersalah ya tangkap dan penjarakan. Jangan institusinya yang menjadi harapan bangsa jangan dibubarkan. Jadi, jangan sampai bangsa tidak punya harapan. Maka nya DPR itu jangan main-main dengan harapan bangsa. Karena kalau dirusak, rusak juga bangsa ini.

DPR sekarang ‘rusak’ juga kan ?

Wah, terlibat juga. Terlalu besar lingkaran mafia-mafianya. Kita ngomongin di lagu gosip jalanan kan sudah masuk dari hulu sampai hilir. Maka nya yang harus kita revolusi itu budayanya.

Oh ya, di lagu gosip jalanan juga mendapat reaksi kurang bagus dari DPR kan, terutama BK (Badan Kehormatan) DPR, dan itu menunjukkan seniman masih mendapat pertentangan ketika melakukan perubahan. Tanggapan Anda?

Iya lah. Lagu itu (gosip jalanan) saja sudah ada empat tahun yang lalu. Walaupun lambat, momen yang tepat ketika main di KPK dan diliput oleh Kompas dan lirik itu dijadikan judul berita serta dibaca oleh anggota dewan. Memang lewat seni bisa melakukan perubahan pola pikir. Entah dia marah atau mengiyakan, atau dia menolak atau mengikuti. Tapi paling juga banyak kontroversi yang mengiyakan Slank dan itu yang membuat pola pikir orang jadi berubah.

Slank sudah lama menyuarakan tentang kritik sosial, apa ada rencana untuk terjun langsung ke politik praktis seperti artis-artis sekarang yang mau menjadi anggota dewan ?

Gak sih. Kita tidak punya niat. Maka nya tidak pernah menjaga image. Polisi atau tentara kalau kena narkoba karirnya habis. Tapi kalau Slank yang kena narkoba, tetap aja he…he…he. Karena kita tidak pernah punya niat untuk membersihkan diri, jaga image atau berpolitik nantinya. Memang kita berkesenian untuk menyuarakan lingkungannya saja. Kalau partai politik di Indonesia kan tidak punya idealisme dan ideology. Bisa berantem, dan setelah pemilu tiba-tiba yang tadinya beda ideologi bisa bergabung dalam satu kabinet. Kalau Slank punya partai tidak akan seperti itu.

Kan ada istilah kalau politik itu kotor. Apa Anda setuju dengan itu ?

Tidak sih sebenarnya. Cuma politik kita saja yang kotor. Harus menjadi negarawan dulu baru menjadi politikus. Karena politikus itu hanya memikirkan pemilu mendatang, kalau negarawan itu memikirkan generasi mendatang. Kalau kita tidak ada jiwa itu, jangan coba-coba.

Anda setuju kalau artis-artis kita sekarang yang terjun langsung ke politik praktis, apakah menjadi anggota dewan atau kepala daerah ?

Ya di alam demokrasi itu resiko ya. Semua bebas berhak atas itu. Banyak yang gue respect kok dari kalangan artis, tapi banyak yang bikin pertanyaan besar di kepala gue. Walaupun artis tapi aktivis juga banyak kok. Dan orang-orang seperti itu gue respect untuk masuk. Tapi kalau yang kemaren melucu, menari-nari atau cuma gaya, tiba-tiba mikirin rakyat itu jadi tanda tanya.

Apa saran Anda kepada para seniman serta pemerintah ?

Hidup harus ada idelisme sih. Seperti orang Jawa atau di agama, hidup jangan mencuri, hidup jangan membunuh, hidup jangan berjudi dan hidup jangan menjadi pelacur. Begitu juga seniman, harus punya sikap. Apalagi yang sedang terkenal, mumpung lagi terkenal dan sebentar lagi ‘diambil’ tuhan, lo akan jadi miskin dan tidak terkenal lagi, berbuatlah sesuatu untuk lingkungannya minimal serta menunjukkan nasionalisme atau control sosial. Karena hidup kita hanya sekali. Dan untuk pemerintah, ya dua institusi itu (kejaksaan dan kepolisian) dipegang buntutnya. Kalau yang lain sih tidak ada masalah.

No comments:

Post a Comment