event di Dejavu

event di Dejavu

Saturday, December 20, 2008

Idealis dalam bermusik

jika lu sering mendengar kata-kata idealis atau idealisme lah b

Jika lu sering mendengar kata-kata idealis atau idealisme lah bahasa kerennya berarti yang ada di pikiran ialah seseorang yang egois, mau menang sendiri, atau apalah yang intinya berbuat sesuai dengan keinginannya sendiri.Nah, Kalo dipandang dari segi musik idealis berarti memainkan musik sesuai dengan apa yang musisi inginkan tersebut. Idealis dalam bermusik itu sendiri bisa dilihat dari musik yang gak' lazim bahkan unik, aksi panggung yang heboh dan berbeda dengan aksi-aksi panggung yang sudah ada serta kostum panggung atau pakaian yang aneh.

Akhirnya banyak orang beranggapan musisi yang idealis ialah musisi yang egois dan cenderung gak’ mau memainkan musik yang berbeda dengan musik-musik yang populer atau ngetrend lah' saat ini dan menjadi yang kurang baik dimasyarakat. Tapi berbahagialah bagi musisi-musisi yang sangat idealis tersebut, karena dengan menjadi idealis lu bisa mengeluarkan ide-ide, gagasan-gagasan bahkan gebrakan baru versi sendiri.Selain itu lu bakal jadi diri sendiri karena musik yang dimainkan memang berbeda dengan musik-musik yang sedang trend saat ini dan gak bakal terkesan menjiplak musik yang sudah ada sekarang.

Gimana caranya menjadi musisi yang idealis? Saya akan berikan tips-tips yang mungkin berguna bagi lu:

  1. yakin dari hati kalo' lu emang mau tampil beda

  2. cari influence musik yang orang-orang awam gak' tau

  3. berani malu

  4. kejujuran dalam bermusik adalah kunci utama

  5. cuek dalam menanggapi opini orang-orang disekitar lu

  6. karena sesuai dengan apa yang lu jadi, silahkan menampilkan apa yang lu suka atau gebrakan-gebrakan baru yang belum ada sekarang

Akhir kata, selamat mencoba dan bersenang-senang dengan musik yang lu inginkan dan rebutlah perhatian orang-orang dengan musik yang lu suka.


Hadirnya musisi baru

Band-band baru bermunculan…

Band-band baru bermunculan…..penyanyi baru bermunculan pula….tapi apakah mereka bisa sukses dengan cepat? Padahal kalo dilihat faktanya sih jarang banget yang seperti itu. Atau bisa dibilang karirnya mah biasa-biasa aja. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti : kalo udah masuk major label pasti sudah dianggap menaikkan image sebuah band. Kebanyakan band baru terinspirasi oleh band pujaannya sehingga berujung pada alasan utama yakni memang sudah ngebet ingin sukses dan yang penting diterima oleh major label yang hanya bermodalkan demo lagu aja. Kalo yang ada kayak gitu, yang dihasilkan adalah band-band yang gak punya originalitas sama sekali karena demo yang mereka tawarkan juga hanya mementingkan selera pasar dan yang pasti band-band atau penyanyi tersebut hanya sebagai copy cat dan tidak punya karakter yang kuat dari mereka sendiri.

Kalau mau dicontoh sih’ seperti Kangen band, Matta, St12, Repvblik dan masih banyak lagi band-band yang modelnya seperti itu. Bisa dicermati musiknya yang saya sebut sangat standar banget’ baik dari segi musik dan lirik, sesuai dengan gambaran industri musik sekarang yang menginginkan seperti itu. Ya,akhirnya masyarakat pun menyukai musik-musik seperti itu tanpa harus memilih-memilih apakah bagus atau tidak. Dan juga kalau diperhatikan, dari segi musik, lirik hampir saja band satu dengan band yang lainnya cuma buat beda cuma aransemennya aja.

Tapi, ada juga diantara band-band tersebut aransemennya sama banget, cuma beda bandnya aja. Jadi, musik yang dihasilkan gak punya ciri khas atau gebrakan dalam bermusik. Karena mereka hanya cari aman dan cenderung untuk takut untuk bereksperimen dalam bermusik. Kalau hal itu gak dilakukan,udah pasti penjualan album mereka bakal rugi dipasaran karena tidak sesuai dengan selera pasar. Maka nya bisa dilihat band-band sekarang, mereka sukses karena mereka dikuasai pasar dan keberanian label mempromosikan band tersebut secara besar-besaran.

Lagipula mereka bisa sukses karena faktor lucky nya dan ditolong oleh kondisi pasar yang lagi sesuai dengan musiknya. Jadi, kalau selera pasar udah berubah dan band-band tersebut gak mengikuti perubahan pasar maka bisa dipastikan band tersebut akan ditinggalkan oleh penggemarnya karena tidak sesuai trend musik yang ada sehingga band tersebut tidak laku lagi dipasaran. Berarti hal ini bisa jadi bukti kalau sisi kreatifitas dalam bermusik bisa diatur bahkan dimatikan oleh komersialisme dan industri musik sekarang.

Karenanya musik adalah karya seni dan seni itu identik dengan kebebasan dari segala aturan yang berlaku. Jadi, kalo melihat kondisi sekarang musisi itu bisa saya simpulkan bukan seniman, karena musisi sekarang malah tunduk pada industri musik dan tidak berani mengekpresikan sesuatu yang bisa menjadi ciri khas yang cenderung melawan arus sehingga benar-benar tidak sesuai dengan selera pasar sekarang.

Sekarang, timbul pertanyaan apakah bisa musisi baru itu bisa membuat musik yang berciri khas dan mempunyai originalitas?dan jawabannya bisa aja, asalkan ketika niat awal memutuskan bermain musik untuk kepuasan batin dan sarana penyaluran kreatifitas sehingga mengesampingkan faktor tergiur oleh kesuksesan band-band sebelumnya dan menjadikan musik sebagai sandaran hidup. Jika hal tersebut dilakukan, maka musik yang dihasilkan akan mempunyai ciri khas karena tidak terpengaruh faktor membuat musik secara instan dan kemudahan dalam menikmati musiknya.

Tapi, apakah sekarang sudah seperti itu?jawabannya TIDAK. Semakin band-band mayor label dipromosikan secara besar-besaran maka musisi-musisi instan akan bermunculan semakin banyak akibat efek dari promosi tersebut. Bisa ditegaskan, musik-musik Indonesia akan dipenuhi oleh sesuatu yang berbau instan dan tidak berciri khas sama sekali.Apakah akan seperti ini terus sampai akhir jaman?

Rasa persatuan lewat musik

Musik adalah bahasa yang paling universal dalam menyampaikan be

Musik adalah bahasa yang paling universal dalam menyampaikan berbagai hal, karena bentuk penyampaiannya yang beragam sehingga banyak orang memanfaatkan media ini sebagai sarana pengekspresian diri. Termasuk rasa persatuan. Persatuan sendiri berarti menjadi satu, utuh, tidak terpecah-belah dan solid. Dalam hal ini, saya tidak akan membahas tentang rasa persatuan, tapi saya membahas tentang sebuah acara musik, tepatnya acara indie yang saya datangi hari sabtu (14/6) disebuah kafe kecil, di daerah Jakarta Pusat.

Acaranya sendiri bernama Rasa Persatuan part 2. Awalnya saya memang tidak berminat untuk menghadiri acara ini, karena tidak sesuai dengan selera musik saya. Dari pamflet sendiri, tergambar tentang acara ini, acara metal.Itu pada awalnya, karena terlihat dari design, pemilihan warna serta gambar latar yang memperkuat asumsi saya.

Karena diminta oleh teman saya, akhirnya pun saya datang hanya untuk melihat teman saya manggung. Sebenarnya dari awalnya bukan menonton, tapi mendokumentasikan aksi panggung teman saya dengan kamera, itu juga teman saya yang meminta. Menonton teman saya itu sudah pasti, jika memotret pasti sekalian menonton juga. Untuk hasil fotonya sendiri, nanti akan saya publikasikan di blog saya.

Sesampainya disana, sebuah pemandangan yang membuktikan asumsi saya. Penonton bahkan pengisi acara tersebut mayoritas memakai pakaian hitam-hitam. Tapi yang saya herankan, kenapa rata-rata mereka masih seperti anak sekolah, tepatnya pelajar SMP atau SMA. Bahkan,saya sempat melihat beberapa diantara mereka melakukan ritual yang biasa ada disetiap acara musik, yakni berkumpul bersama demi sebuah alcohol. Parahnya, mereka itu masih terlihat seperti anak sekolah (mudah-mudahan tebakan saya benar). Padahal belum waktunya mereka melakukan hal seperti itu.

Setelah menunggu personil band teman saya yang lain, akhirnya kami pun memasuki kafe tersebut. Untungnya saya tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk membeli tiket, karena saya termasuk rombongan band teman saya yang mendapat free pass. Sesampainya didalam kafe, keadaan memang agak remang-remang, disengaja atau tidak saya tidak tahu persis. Ketika saya sampai dipanggung sedang ada band yang sedang tampil. Ternyata audience, baik yang menonton maupun yang sedang tampil juga mayoritas masih berstatus pelajar.

Penontonnya sendiri tidak terlalu banyak, mungkin hanya sekitar 30an orang saja. Wajarlah, acara indie memang biasanya penontonnya tidak terlalu banyak dan rata-rata yang menonton hanya lah teman-teman mereka sendiri. Bagian tengah kafe sangat lengang, karena hampir semua penonton menempati sisi sebelah kiri stage karena disisi tersebut ada sofa panjang yang cukup nyaman untuk diduduki.

Sepanjang acara, saya memperhatikan band-band yang tampil tapi saya hanya ingat beberapa nama band saja, seperti skater park, power fuck girl.Saya mengamati band-band tersebut sebelum band teman saya tampil, nama band teman saya yakni Twist My Sister’s. Yang saya herankan kenapa band-band tersebut memainkan jenis musik yang sama dan sedang digandrungi oleh remaja-remaja di Jakarta, yakni Emo atau metal core. Terlihat dari musiknya dan ciri khas vokalnya yakni teriakan-teriakan yang saya sendiri pun bingung dari mana roots musiknya. Bahkan ada salah satu band yang teriakannya seperti growl di musik metal, apakah mereka ingin disebut metal juga.

Itu lah emo (sebenarnya bukan jenis musik, tapi saya bingung menyebutnya apa). Seperti kata teman saya, emo itu juga ingin disebut metal, maka nya musik emo ada yang menyebut juga metal core. Cukup lah menyudutkan mereka.

Kembali ke acara tadi, selain musiknya yang seragam diperparah lagi dengan buruknya kondisi alat di stage, terutama drum set dan kurang baiknya sang MC dalam memandu acara, seperti terburu-terburu ingin selesai dan kurangnya komunikasi dengan penonton seperti mengajak penonton berinteraksi atau hanya memberikan joke-joke ringan supaya acara tidak garing. Ada hal unik tapi sebenarnya memalukan di acara itu, ada satu band datang dari Bogor tanpa membawa alat seperti gitar atau bass.

Padahal, panitia yang diwakili MC menyatakan bahwa panitia hanya menyediakan sound dan drum. Apa sebenarnya yang terjadi, padahal seminggu sebelum acara itu panitia mengdakan technical meeting acara tersebut. Jadi, dalam hal ini siapa yang salah, panitia atau si band tersebut. Atau mungkin kedua belah pihak yang melakukan kesalahan.

Dimana rasa persatuan dalam musik jika menampilkan musik yang seragam. Seharusnya jika nama acaranya rasa persatuan musiknya harus beragam, jadi bisa membuktikan kalau scene indie bisa bersatu walau berbeda jenis musik. Tidak pantas acara tersebut dinamakan rasa persatuan, saran saya diganti saja namanya atau dirubah, seperti “rasa persatuan anak emo” atau “rasa persatuan scene emo”. Mungkin kalau nama acaranya seperti itu dan teknis pelaksanaan acara bisa ditata dengan baik dan benar mungkin bisa saja akan berdampak baik kepada semua pihak yang mengetahui nya.

Terlepas dari hal keseragaman musik dan nama acara yang terlalu umum, saya salut dengan band teman saya, Twist My Sister’s. Bukan bermaksud untuk membaguskan band teman saya, mereka tampil di acara tersebut dengan jenis musik yang berbeda yakni modern rock ala Korn. Sangat enerjik dan bahkan sebelum band teman saya tampil, para penonton di luar mulai memasuki cafe dan menempati bagian tengah cafe. Jadi nya terlihat ramai acara tersebut.

Walaupun respon penonton biasa saja ketika band teman saya tampil, tapi saya mendengar dari kakak teman saya yang juga menonton band teman saya, bahwa ada beberapa penonton yang menganggukkan kepalanya mengikuti alunan lagu band teman. Lumayan lah, ada respon positif walau sedikit dari penonton.

Setelah band teman saya tampil dan mereka memutuskan untuk langsung pulang, saya pun mengikutinya. Lagipula saya pun memang tidak merasa nyaman berada cukup lama di tempat dan acaranya yang berantakan tersebut serta suanasa cafe yang sangat pengap dan gerah karena tidak difungsikannya pendingin ruangan di cafe tersebut. Dan asumsi saya bahwa acara tersebut adalah acara metal ternyata salah besar........

Diskriminasi musik oleh televisi

Musik adalah sesuatu yang general

Musik adalah sesuatu yang general. Maksudnya bahwa musik itu adalah sesuatu yang bisa diterima oleh banyak orang tidak mengenal usia, tingkat pendidikan, penghasilan, suku, ras, agama dan masih banyak lagi. Dan musik sendiri walaupun mempunyai bentuk yang bermacam-macam, tapi tetap saja mempunyai tujuan yang sama yakni apakah sebagai bentuk karya seni atau sebagai hiburan semata. Jadi, jika seseorang atau beberapa pihak misalnya tidak menyukai jenis musik tertentu, tidak seharusnya juga pihak tersebut malah menganaktirikannya atau tidak memberikan porsi yang sama dengan musik yang disuka nya.

Jika berbicara tentang memberikan porsi yang sama, berarti musik yang jenisnya bermacam-macam tersebut mendapat kesempatan serta tempat yang sama dengan jenis musik yang lain. Misalnya, musik minoritas seharusnya bisa mendapat porsi untuk mendapat kesempatan serta tempat yang sejajar dengan musik yang sudah mayoritas. Disinilah peran media massa, sebagai forum publik bisa menampilkan hal tersebut. Media massa dalam fungsinya harus sebagai media informasi, edukasi dan hiburan. Itu merupakan fungsi jika dikaitkan dengan musik.

Namun lihatlah sekarang ini, media massa hanya sebagai alat dari kepentingan pemodal besar. Dalam hal ini ada hubungannya dengan musik mayoritas. Bisa dilihat, media massa sekarang hanya cenderung menampilkan musik-musik mayoritas saja atau bisa dikatakan musik yang sedang digandrungi masyarakat sekarang. Sebenarnya apa sih musik yang digemari sekarang? Paling-paling hanya musik-musik yang cenderung easy listening, termasuk didalamnya kategori mellow dan tidak rumit untuk mencernanya. Lalu bagaimana dengan musik-musik yang cenderung rumit untuk dicerna masyarakat, mereka pun terhempas oleh dominasi musik-musik mayoritas sekarang yang memang diakui tampilan di media massa sangat sering dilakukan secara berulang-ulang.

Apa sebenarnya musik-musik mayoritas itu? Yakni musik-musik yang tergabung dalam label-label rekaman skala besar. Karena label-label tersebut menganut paham bisnis yakni mencari keuntungan sebesar-besarnya jadi musik-musik juga harus laku dijual. Lalu seperti apa musik-musik yang laku dijual, ya sudah pasti yang disukai masyarakat. Kalau musik yang disukai masyarakat, diatas saya sudah menjabarkan karakteristiknya.

Namun saya tidak akan membahas label-label rekaman tersebut serta bagaimana mekanisme menjual musiknya. Yang membuat saya miris adalah bagaimana tingkah laku media massa sekarang dalam menampilkan musik ke masyarakat. Contohnya saja media televisi yang ada sekarang. Hampir setiap hari masyarakat termasuk saya, walau saya jarang menonton televisi selalu dijejali oleh musik-musik yang hanya disukai masyarakat. Bagaimana dengan musik-musik yang bisa dikatakan minoritas, sangat jarang ditampilkan atau mungkin saja tidak pernah ditampilkan sama sekali. Apa penyebab dibalik itu semua? Tujuannya adalah untuk mendapatkan iklan dan rating yang tinggi sehingga memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga mengesampingkan kualitas dari musik yang ditampilkan. Jika saja televisi menampilkan musik-musik yang sedang digemari sekarang, sudah pasti yang menonton pun akan banyak sehingga rating acara tersebut akan naik dan menarik minat pihak-pihak yang hendak memasang iklan di salah satu progam musik tersebut.

Musik-musik jaman sekarang yang saya lihat dari segi jenis musik sangat seragam, tidak ada bedanya. Mungkin yang membedakan hanya nama grup musiknya saja. Sudah begitu, hal itu diperparah dengan tidak adanya karakter atau ciri khas dari grup musik tersebut karena adanya keseragaman dalam bermusik tadi. Jika sudah begini, yang ada hanyalah musik hanya sebagai hiburan semata dan masyarakat pun kehilangan akses informasi tentang jenis musik lain yang mungkin saja belum diketahui masyarakat. Jika sudah begini, berarti bisa dikatakan televisi tidak bisa menjadi sumber informasi dalam hal musik kepada masyarakat dan tidak memberikan kesempatan kepada musik-musik nonmainstream untuk dilihat karyanya oleh masyarakat

Walalupun keadaannya sudah seperti itu, sangat jauh dari ideal namun masih ada stasiun televisi yang mencoba bertahan dengan menampilkan semua jenis musik yang ada, yakni TVRI. Sejak dulu hingga sekarang, TVRI selalu menampilkan berbagai macam musik yang ada baik mayoritas ataukah minoritas, apakah itu pop, rock, etnik, blues, country dan masih banyak lagi. Namun, sayang karena manajemen TVRI yang tidak becus sehingga masyarakat tidak menjadikan TVRI sebagai referensi utama dalam acara-acara musik. Padahal, jika TVRI digarap secara baik dan benar bukan tidak mungkin TVRI menjadi pilihan utama masyarakat dalam menonton acara musik. Jika itu terjadi, maka TVRI akan kembali ke masa-masa jaya nya, dimana ketika belum ada stasiun televisi swasta TVRI menjadi stasiun televisi yang utama.

Thursday, December 11, 2008

Bergelap-gelapan di siang hari

Bila mendengar kata gelap, mungkin yang terbesit dipikiran orang adalah suasana pada malam hari. Lalu apa jadinya jika suasana gelap tersebut ada disiang hari dan bukan malam hari. Sudah pasti akan membingungkan semua oang karena hal tersebut tidak sesuai dengan yang seharusnya. Tapi, saya mengalami hal tersebut pada hari sabtu yang lalu, ketika band saya (Noisy Trip) manggung di parkit Dejavu Cafe dikawasan Kebon Sirih. Jakarta Pusat dalam acara yang bertajuk “Distorsion Without Sin” yang diadakan oleh Red Studio, sebuah studio musik di kawasan Kelapa Dua, Jakarta Barat yang dikelola oleh teman saya.

Lalu kenapa dikatakan suasana gelap pada siang hari? Karena band saya mendapat jatah untuk perform pada siang hari yakni sekitar jam 1. Dan kenapa dikatakan suasana gelap, band saya jika perform dimana pun suasana di panggung harus lah gelap. Jadi, semua penerangan yang mengarah ke panggung dimatikan semua. Sekedar informasi, konsep band saya memang seperti itu, lebih mengutamakan nuansa gelap dan suram serta dibarengi dengan suasana berisik tapi tenang. Boleh dikatakan, band saya memainkan musik bergenre noise.

Ketika di panggung sendiri, semua berjalan cukup lancar. Band saya membawakan 3 lagu, salah satu nya mengaransemen kembali lagu Transmission dari band post punk asal Inggris, Joy Division. Walaupun selama dipanggung lancar-lancar saja, namun ketika di cafe nya sendiri penonton masih sangat sepi. Paling-paling yang menonton hanyalah para panitia dan band-band yang akan bermain setelah band saya. Apa karena band saya main di siang hari sehingga sepi penonton? Nampaknya memang hal itu sudah sering terjadi di setiap acara mana pun.

Ngomong-ngomong soal band saya yang bermain di siang hari, saya beserta teman-teman di band saya sebenarnya kurang setuju dengan jatah bermain band saya di siang hari. Padahal, di pamflet acara terdapat logo band saya yang disejajarkan dengan band-band yang menjadi guest star di acara tersebut. Mungkin, jika orang lain atau teman-teman melihat pamflet tersebut dan melihat pula ada logo band saya pasti lah mereka mengira band saya adalah guest star dan sudah pasti bermain pada malam hari. Karena biasanya band-band yang masuk kategori guest star adalah band-band yang bermain pada inti acara dan biasa nya inti acara tersebut sebelum acara selesai. Maka dari itu, band saya sangat tidak setuju dengan format seperti itu.

Belakangan diketahui, beberapa hari sebelum acara di mulai saya mengetahui bahwa yang menjadi guest star adalah band-band yang beraliran metal. Dan yang mendominasi diacara tersebut adalah band-band metal dan melodic punk. Saya beserta teman-teman di band saya pun semakin heran dan sedikit kesal dengan hal itu. Menurut pengakuan teman saya, selaku penggagas serta pelaksana acara tersebut bahwa band saya adalah guest star di genre saya dan tidak bisa untuk dirubah agar bermain pada sore atau menjelang malam hari karena itu akan merubah semua rundown acara. Saya semakin tidak mengerti ketika band-band yang bermain dimalam hari adalah band-band metal. Padahal, kalau tidak salah teman saya berkata bahwa yang bisa bermain di acara tersebut adalah band-band yang menggunakan distorsi.

Untuk sekedar sharing, saya sempat bertanya kepada 2 orang teman saya yang sedikit tahu tentang seluk-beluk acara musik . Mereka pun kaget dengan format acara tersebut. Menurutnya, band saya seharusnya mendapat hak untuk main malam karena logo band saya tercantum di pamflet dan disejajarkan dengan guest star yang lain. Mereka pun meminta saya agar protes ke panitia acara tentang masalah itu.

Dengan keadaan seperti itu, sepertinya sia-sia saja usaha untuk melobi teman saya untuk bisa bermain sore atau malam hari, karena bisa saja band saya malah dicoret dari acara tersebut sehingga tidak bisa perform di acara tersebut. Saya pun hanya pasrah menerima keadaan seperti itu, walaupun kenyataannya saya sangat kecewa. Bahkan, teman di band saya berkata bahwa acara tersebut sangat diskriminasi genre. Band-band yang beraliran metal pasti mendapat kehormatan bermain di malam hari ketika penonton mulai memadati tempat acara. Saya pun sebenarnya sependapat dengan hal itu, hal itu diperkuat dengan background teman saya selaku penggagas serta pelaksana acara yang memang suka metal. Saya pun semakin yakin ada nya diskriminasi genre. Mungkin jika hal ini saya katakan ke teman saya, pasti lah dia menolak bahwa acara nya sangat diskriminasi genre.

Kalau saja saya berandai-andai jika band saya beraliran metal, sudah pasti saya akan diberi jatah pada malam hari. Fakta sekarang saja, dengan musik saya yang saya bisa katakan minoritas saja tidak diberi kesempatan untuk menjadi guest star yang seharusnya. Ya sudah lah.........meminjam istilah orang-orang, saya hanya bisa berkomentar, “cukup tahu saja.”

Tapi kalau saya lihat sekarang, memang acara-acara musik indie jaman sekarang terlalu mengkotak-kotakan aliran musik. Jadi, ketika suatu band sudah sering bermain di acara-acara musik yang genre musiknya sesuai dengan band tersebut pasti band tersebut sudah merasa dirinya adalah artis. Buat band-band yang merasa seperti itu, silahkan kalian berbangga-bangga diri, dengan memainkan musik yang sedang ngetrend di scene indie atau underground jaman sekarang. Tidak ada salahnya dengan memainkan musik yang dianggap minoritas atau musik-musik yang belum pernah dimainkan orang-orang jaman sekarang.