event di Dejavu

event di Dejavu

Monday, September 14, 2009

Musisi Pun Bisa Kritis


Ini hanyalah salah satu pekerjaan saya, yakni mewawancarai orang-orang yang terkait dengan masalah yang diangkat oleh majalah FORUM Keadilan. Nah, kebetulan majalah FORUM akan mengadakan civil society award, yang Slank mendapat award dibidang sosial dan budaya. Saya pun mendapat kesempatan terhormat untuk mewawancarai Slank. Jumat (7/9) lalu kesempatan itu berbuah setelah mendapat izin untuk mewawancarai Bimbim, drummer Slank.

"Kita Perlu Revolusi Budaya”

Tidak banyak seniman, khususnya musisi seperti Slank yang menyuarakan kritik sosial serta dukungannya dalam pemberantasan korupsi. Dan musisi seperti mereka lah yang patut diberikan apresiasi karena bisa memberikan perubahan dalam hal pola pikir masyarakat di negara demokrasi seperti di Indonesia ini. Jumat sore pekan lalu, Bimbim, salah satu personil Slank menerima kedatangan Anindisa Haris Prasetyo serta fotografer Indra Jaya dari FORUM dan bercerita banyak tentang masalah demokrasi hingga masalah korupsi di Indonesia. Berikut petikan wawancaranya.


Demokrasi di mata Slank ?

Kalau gue, dari keluarga, itu dari meja makan. Cerita tentang satu hal apa yang terjadi, cerita tentang pendapat yang ujungnya mengalami perbedaan. Kadang-kadang harus meninggalkan meja makan tapi kemudian besok pagi berkumpul lagi. Semua punya hak, mulai dari bapak, ibu sampai anak, yang semuanya punya mimpi dan akhirnya sharing. Dan di demokrasi pasti ada yang tidak puas, tapi kita saling memaafi dan menghargai perbedaan pendapat. Kalau puas itu otoriter namanya ha..ha..ha…

Bagaimana Slank melihat Indonesia sekarang ini ?

Kalau gue lihat, praktis Indonesia baru belajar demokrasi sepuluh tahun ini semenjak merdeka. Karena selama ini demokrasi itu ditangan Bung Karno (Soekarno) dan pak Harto (Soeharto) kan. Kita tidak pernah diajarkan bagaimana berdemokrasi. Soal reformasi, kita juga baru belajar. Walau gue bilang prosesnya itu lambat tapi sudah mengarah kesana. Jadi sekarang, selama kita ingin terlibat dalam demokrasi semua bisa terjadi.

Anda mengatakan bahwa selama ini demokrasi itu hanya ditangan Bung Karno dan pak Harto, apa masyarakat sekarang ini sudah mempelajari dan menerapkan demokrasi ?

Masyarakat kita baru memulai dalam sepuluh tahun terakhir ini. Jadi walau ada berantem-berantem dulu, atau emosional. Karena demokrasi itu butuh gizi dan pendidikan. Kalau manusianya itu kurang gizi pasti emosional semua. Dan kalau pendidikannya gak bagus, pasti anarkis semua. Salah satu nya, pers juga kuat karena merupakan simbol kekuatan demokrasi. Karena, kadang-kadang kalau polisi kita adukan kasus pembajakan yang menimpa Slank misalnya, dia (polisi) cuek saja. Atau jawabannya, “sorry nih mas Bimbim, kita lagi konsentrasi ke teroris sama illegal logging”. Tapi kalau kita datang ke polisi dan membawa wartawan serta diekspose oleh media massa, malu pasti polisinya. Jadi disitu kekuatan pers atau media untuk mendobrak pembelajaran demokrasi.

Berarti penting ya kerjasama dan koordinasi antara pers, masyarakat, seniman serta LSM dalam memperkuat demokrasi ?

Iyalah. Soalnya kalau rakyatnya tidak terlibat, atau banyak LSM serta pers yang diam itu percuma saja. Dan orang-orang lama akan nutupin terus juga tidak mau merubah sesuatu yang menjadi set mereka.

Sedikit berbicara ke belakang, kenapa Slank memilih tema-tema lagu yang bersifat kritik sosial ?

Slank itu kan berdiri dari tahun 1983. Dari belum rekaman sampai mendapat kontrak rekaman pada tahun 1989 dan album baru beredar tahun 1990, kita boring (bosan) dengan era 89-90 yang musiknya pop-pop cinta, atau lirik-lirik yang sansekerta (puitis), kita ingin membawakan musik tentang lingkungan kita yang apa adanya dan terdiri dari empat unsur, yakni cinta, remaja, youth movement (pergerakan remaja) yang berontak terhadap feodalisme, orang tuaisme, lingkungan serta kemapanan dan kontrol sosial. Memang dari album pertama, empat unsur itu selalu exciting (menarik) untuk dibicarakan dan yang senang kita bicarakan itu kita tulis dalam lagu dengan bahasa yang lugas.

Respon masyarakat ketika itu bagaimana. Karena pada waktu itu tidak banyak grup musik yang seperti Slank membawakan tema kritik sosial ?


Alhamdulillah ketika itu mendapat BASF award. Ketika itu belum ada band seperti Slank. Yang ada baru God Bless, dan Grass Rock. Tidak ada band-band pilihan lain lah. Tapi ketika itu lumayan mendapat sambutan dan akhirnya sampai sekarang. Kalau band yang membawakan tema kritik sosial belum ada ya waktu itu. Memang sudah ada Iwan Fals, Doel Soembang, alm. Gombloh yang membawakan kritik sosial. Tapi itu tidak berpengaruh. Setelah album kedua saja kita tur keliling Indonesia dan yang mengundang itu anak-anak pejabat, anak-anak jenderal, anak-anak koruptor yang kita teriaki di lagu. Jadi memang itu eranya orang mau berubah.

Respon pemerintah ketika itu bagaimana. Karena ketika itu kan masih era orde baru ?

Ya pernah ada pengalaman, kalau mau pemilu itu dipaksa-paksa main diacara sebuah partai. Biasanya kita kabur ke Lombok dan tidak bisa ditelepon. Jadi selama pemilu kita di pulau itu (Lombok) tidak ada yang bisa mencari kita. Tapi sebelumnya sempat dipaksa ke salah satu partai untuk ikut, tapi kita tidak mau. Dan kadang-kadang bisa ngancam gitu lah, “awas nanti gue culik loh”. Jadi serem begitu jadinya. Kalau sekarang paling lewat SMS. Kalau SMS ya jawab lagi saja. “Kalau tahu alamat gue, kesini aja. Kenapa mesti lewat SMS”. Tapi kadang-kadang gak terlalu dipikirin juga.

Dilihat dari masyarakat ketika orde baru dan sekarang, apa perbedaan mencolok yang Slank lihat ?

Mereka lebih bisa menuntut hak nya ya. Seperti buruh itu bisa demo sekarang ini, kalau dulu itu bisa bernasib seperti Marsinah. Pelajar saja sudah bisa mempertahankan sekolahnya seperti di Medan. Sudah tahu bahwa di alam demokrasi kita punya hak untuk menyampaikan perbedaan. Bisa dibilang juga kita itu negara demokrasi kedua terbesar setelah Amerika Serikat, negara berkembang lagi dan berhasil. Berhasil maksudnya, kalau Amerika Serikat oke lah pendidikannya tinggi-tinggi. Kalau kita memang masih bego-bego, tapi bisa menjalankan demokrasi walau ada kasus Ambon, Poso, Aceh dan Papua, tapi on track.

Ok, kalau Indonesia sudah berhasil menjalankan demokrasi. Tapi dari segi perekonomian masih belum berhasil. Kan jadinya timpang. Menurut Anda ?

Iya memang timpang. Yang tadi gue bilang, demokrasi itu butuh gizi dan pendidikan, tapi ekonomi kita belum. Semuanya itu kan bersumber dari zaman VOC kan, korupsi maksudnya. Dari jaman Belanda yang ratusan tahun menjajah Indonesia dan hingga sekarang korupsi sudah menjadi budaya. Dan itu sumber kebangkrutan Indonesia itu korupsi sebenarnya. Maka nya kita fight banget sama korupsi. Siapa yang mengajak untuk melawan (korupsi), kita maju lewat musik. Karena korupsi itu sudah menjadi budaya ratusan tahun yang harus direvolusi lewat budaya, yang kalau Slank lewat musik dan lirik. Paling tidak satu generasi lagi, kita menjaga generasi kebawah untuk bilang korupsi itu kampungan banget hari gini. Dan yang generasi selanjutnya, nantinya ada yang merasakan.

Berarti seniman memegang peranan penting sebagai agen perubahan bagi masyarakat ?

Tidak hanya seniman juga. Seperti pers, mahasiswa, LSM juga bisa. Tapi kalau seniman itu lebih bebas lah. Maksudnya orang ingin bergerak di bidang seni atau kebudayaan harus netral, tidak boleh kemanapun kecuali ke kebenaran. Jadi lebih putih lah. Tapi butuh pers juga, butuh LSM dan butuh masyarakat yang peduli biar lebih cepat.

Kalau seniman, khususnya musisi sekarang, mungkin baru Slank saja yang seperti itu (sebagai agen perubahan)?

Sebenarnya banyak di underground atau di indie label. Ada band di Medan yang lebih galak daripada Slank, tapi dia kurang terkenal. Mereka itu band hardcore yang liriknya itu, aparat keparat….aparat keparat. Juga ada band di Bali yang diturunkan dan ditangkap oleh polisi ketika manggung karena membawakan lagu tentang polisi yang korupsi. Kemudian ada juga band Efek Rumah Kaca. Cuma memang kemudian belum terekspose. Slank juga punya empat unsur yang tadi dikatakan, selain sosial juga ada unsur cinta. Maka nya kita selalu bilang, bikin madunya dulu nanti kan semutnya ngumpul. Kalau semutnya sudah ngumpul kita mau kasih racun atau virus, pasti dimakan juga kan. Dan banyak kekurangan band-band yang kritis juga, mereka tidak punya majunya. Akhirnya tidak banyak orang yang mendengar dia juga kan. Selain itu, kekurangan band-band pop yang terkenal ini disaat ngetop dia tidak berbuat sesuatu buat dia dan lingkungan. Padahal bisa saja Kangen band atau ST12 misalnya mumpung lagi naik daun, tiba-tiba bikin lagu yang membantu KPK, pasti orang akan lebih simpati. Itu kesalahan mereka.

Tapi kenapa musik-musik underground belum terekspose. Padahal musik mereka lebih galak daripada Slank ?

Strategi juga. Kan itu band komunitas. Slank kan juga band komunitas. Mereka belum memperbesar komunitas juga. Baru lokal. Masalah strategi, yang gue bilang tadi, kalau mau didengar orang, kita harus punya madu nya dulu. Bagaimana kita mau ngomong, kalau semutnya (orangnya) gak datang. Kalau kita punya madunya, orang akan datang. Dan ketika datang, kita ngomong apa saja pasti didengar.

Apa memang diperlukan inovator atau orang yang membuat gebrakan dari bidang seni ?

Susah juga. Dan itu tidak bisa dipaksakan. Nanti akan hadir sendiri dan pasti ada. Selama masih ada ketimpangan, ketidakadilan, dan isi hati yang diprotes, pasti suatu saat akan hadir musisi yang seperti itu. Karena itu kan masalah exciting. Gimana mau bicarakan masalah kritik sosial, kalau kita tidak memperhatikan lingkungan sekitar.

Anda tadi mengatakan bahwa pendidikan itu dibutuhkan dalam demokrasi. Pendidikannya itu seperti apa ?

Wawasan sih sebenarnya. Nah, TV itu salah satu bentuk pembodohan, padahal banyak TV-TV yang bagus. Tapi lebih banyak TV yang ngegoblokin masyarakat. Padahal kekuatan budaya itu lewat musik, film, TV, buku dan puisi itu bisa merubah pola pikir manusia. Ketika komunis Rusia itu bisa hancur misalnya tanpa ada satu tembakan dari Amerika Serikat kok, tapi lewat musik, film, TV dan buku. TV sebenarnya bisa jadi agen perubahan itu. Tapi kebanyakan lebih mengejar ke rating dan iklan. Padahal bisa saja dengan banyak cara, seperti filmnya Riri Riza dan Mira Lesmana dari film Ada Apa Dengan Cinta sampai Laskar Pelangi itu tetap disukai masyarakat, tapi diberi sesuatu didalamnya, yang akhirnya kita berpikir, bersemangat dan kritis. Seperti pada film Ada Apa Dengan Cinta, dimana ada adegan bapaknya Rangga harus pergi ke luar negeri untuk menghindar dari kejaran aparat. Jadi pelaku seni harus cerdas dan memberikan pencerahan kepada masyarakat.

Apakah perlu ‘meracuni’ musisi lain agar bisa seperti Slank ?

Tapi semua nya mengarah kesana (menjadi agen perubahan). Nanti disaat sudah terkenal atau besar, biasanya akan bingung mau ngapain lagi. Disaat itu orang jadi kritis.

Apa pemerintah harus berperan serta menjadikan masyarakat, pers, LSM dan seniman menjadi agen perubahan ?

Pemerintahkan itu policy nya atau pembuat kebijakan. Maksudnya harus membebebaskan institusi dan masyarakatnya, tapi dikontrol oleh pemerintah dan jangan didiamkan saja. Kalau gue selalu bilang ada dua masalah yang paling besar di Indonesia soal demokrasi, ekonomi, politik dan korupsi adalah kepolisian dan kejaksaan yang jauh dari reformasi dan sampai terlihat menjadi-jadi kelakuan mereka ketika kita melihat di jalanan. Nah, policy di pemerintah mustinya pegang buntutnya mereka. Karena demokrasi itu kan harus ada hukum. Kalau tidak ya bingung donk. Dan hukum itu kan ujung tombaknya kejaksaan dan kepolisian. Tapi kalau mereka itu terlibat korupsi, ya tidak ada masa depannya demokrasinya itu.

Berarti korupsi itu bisa menjadi penghambat demokrasi ya ?

Iya. Hukum itu salah satu pilarnya demokrasi. Karena kalau tidak ada itu ya sembarangan. Masalah Dua institusi itu (kejaksaan dan kepolisian) itu yang paling cepat diobrak-abrik. Kalau perlu taruh jenderal di luar lingkungan polisi atau taruh orang yang diluar kejaksaan untuk menjadi Jaksa Agung. Karena, kalau instusi sudah rusak dari dulu, susah betulinnya kalau dari orang dalam juga. Perlu orang luar untuk masuk dan ngacak-ngacak istilahnya, biar lebih baik. Mungkin lebih hancur tidak apa-apa, yang penting punya harapan.

Seberapa konsen Slank terhadap masalah korupsi ?

Muak sebenarnya. Kita diajarkan untuk jujur dari kecil. Mendingan kita tahan lapar dulu, dibandingkan makan makanan punya abang kita yang belum pulang. Dan di Potlot, hal yang paling kita benci kalau ada yang nongkrong itu klepto (suka mencuri). Mungkin kalau dia itu mabuk atau terkena narkoba itu bisa kita bawa ke Rumah Sakit. Tapi kalau udah klepto, kita ceburin ke kali Potlot. Memang tidak suka terhadap orang-orang yang mengambil hak orang lain, yang bukan hak nya.

Tapi walau sudah ada KPK, kasus korupsi semakin merajalela dan modusnya pun kian canggih. Tanggapan Anda ?

Iya, yang terlibat sudah terlalu besar. Kalau gue melihat KPK adalah harapan. Dan suatu bangsa serta kelompok yang besar itu butuh harapan kan supaya tetap bersatu mengejar mimpinya. Tapi kalau bangsa kita kehilangan harapan, bisa bubar bangsa ini dan bisa jadi sendiri-diri. Ngapain juga gue melawan korupsi, tapi harapannya tidak ada. Mending sendiri-diri.

KPK sendiri kan sedang dalam masalah, mulai dari Anthasari Azhar yang menjadi tersangka kasus pembunuhan sampai wacana pembubaran KPK. Bagaimana Anda melihat hal itu ?

Sebenarnya KPK itu tidak diperlukan kalau kejaksaan dan kepolisiannya itu benar. Tapi selama mereka belum benar, justru itu harus kita pertahankan. Karena oke lah Anthasari bersalah misalnya atau siapapun yang didalam KPK bersalah ya tangkap dan penjarakan. Jangan institusinya yang menjadi harapan bangsa jangan dibubarkan. Jadi, jangan sampai bangsa tidak punya harapan. Maka nya DPR itu jangan main-main dengan harapan bangsa. Karena kalau dirusak, rusak juga bangsa ini.

DPR sekarang ‘rusak’ juga kan ?

Wah, terlibat juga. Terlalu besar lingkaran mafia-mafianya. Kita ngomongin di lagu gosip jalanan kan sudah masuk dari hulu sampai hilir. Maka nya yang harus kita revolusi itu budayanya.

Oh ya, di lagu gosip jalanan juga mendapat reaksi kurang bagus dari DPR kan, terutama BK (Badan Kehormatan) DPR, dan itu menunjukkan seniman masih mendapat pertentangan ketika melakukan perubahan. Tanggapan Anda?

Iya lah. Lagu itu (gosip jalanan) saja sudah ada empat tahun yang lalu. Walaupun lambat, momen yang tepat ketika main di KPK dan diliput oleh Kompas dan lirik itu dijadikan judul berita serta dibaca oleh anggota dewan. Memang lewat seni bisa melakukan perubahan pola pikir. Entah dia marah atau mengiyakan, atau dia menolak atau mengikuti. Tapi paling juga banyak kontroversi yang mengiyakan Slank dan itu yang membuat pola pikir orang jadi berubah.

Slank sudah lama menyuarakan tentang kritik sosial, apa ada rencana untuk terjun langsung ke politik praktis seperti artis-artis sekarang yang mau menjadi anggota dewan ?

Gak sih. Kita tidak punya niat. Maka nya tidak pernah menjaga image. Polisi atau tentara kalau kena narkoba karirnya habis. Tapi kalau Slank yang kena narkoba, tetap aja he…he…he. Karena kita tidak pernah punya niat untuk membersihkan diri, jaga image atau berpolitik nantinya. Memang kita berkesenian untuk menyuarakan lingkungannya saja. Kalau partai politik di Indonesia kan tidak punya idealisme dan ideology. Bisa berantem, dan setelah pemilu tiba-tiba yang tadinya beda ideologi bisa bergabung dalam satu kabinet. Kalau Slank punya partai tidak akan seperti itu.

Kan ada istilah kalau politik itu kotor. Apa Anda setuju dengan itu ?

Tidak sih sebenarnya. Cuma politik kita saja yang kotor. Harus menjadi negarawan dulu baru menjadi politikus. Karena politikus itu hanya memikirkan pemilu mendatang, kalau negarawan itu memikirkan generasi mendatang. Kalau kita tidak ada jiwa itu, jangan coba-coba.

Anda setuju kalau artis-artis kita sekarang yang terjun langsung ke politik praktis, apakah menjadi anggota dewan atau kepala daerah ?

Ya di alam demokrasi itu resiko ya. Semua bebas berhak atas itu. Banyak yang gue respect kok dari kalangan artis, tapi banyak yang bikin pertanyaan besar di kepala gue. Walaupun artis tapi aktivis juga banyak kok. Dan orang-orang seperti itu gue respect untuk masuk. Tapi kalau yang kemaren melucu, menari-nari atau cuma gaya, tiba-tiba mikirin rakyat itu jadi tanda tanya.

Apa saran Anda kepada para seniman serta pemerintah ?

Hidup harus ada idelisme sih. Seperti orang Jawa atau di agama, hidup jangan mencuri, hidup jangan membunuh, hidup jangan berjudi dan hidup jangan menjadi pelacur. Begitu juga seniman, harus punya sikap. Apalagi yang sedang terkenal, mumpung lagi terkenal dan sebentar lagi ‘diambil’ tuhan, lo akan jadi miskin dan tidak terkenal lagi, berbuatlah sesuatu untuk lingkungannya minimal serta menunjukkan nasionalisme atau control sosial. Karena hidup kita hanya sekali. Dan untuk pemerintah, ya dua institusi itu (kejaksaan dan kepolisian) dipegang buntutnya. Kalau yang lain sih tidak ada masalah.

Eksperimental Pertama Dari Indonesia


BAGI KALANGAN penggemar Progresif Rock, nama band GURUH GIPSY tampaknya menjadi semacam “kalimat sakti” untuk memberi contoh, bagaimana sebuah musik yang beraliran progresif rock dimainkan. Band yang hanya berumur setahun ini (1976-1977), menorehkan bercak panjang pada perjalanan musik di Indonesia, bahkan hingga kini.

Band ini termasuk kelompok musik legendaris di Tanah Air. Album mereka satu-satunya yang dirilis pada masa itu, yang melejitkan komposisi Chopin Larung, Janger 1897 Saka atau Smaradhana dianggap memuat aransemen progresif yang sangat jenius. Di mana mereka melebur elemen gamelan Bali serta orkestra ke dalam musik rock. Album ini dipuji di mana-mana. Bahkan hingga ke mancanegara.

Tapi tahukah Anda, album Guruh Gipsy yang disebut-sebut sebagai musik jenius ini ternyata hanya direkam di Studio Tri Angkasa (waktu itu daerah Kebayoran Baru -red) yang masih menggunakan 16 track. Menarik bukan, mencermati band yang sampai sekarang masih sering disebut-sebut ini.
Album “Guruh Gipsy” (Rilis 1977). Line Up-nya Keenan Nasution (drums,vokal), Chrisye (bass,vokal), Abadi Soesman (mini-moog), Roni Harahap (all piano+organ), Odink Nasution (all guitars),Guruh Soekarno (all gamelan,all lyrics).Plus guest players Trisuci Kamal (piano), Gauri Nasution (gitar), Hutauruk Sisters (Female back up singers), I Gusti Kompyang Raka (Gamelan +Balinese Singers),Orkestra RRI dan banyak lagi. Guruh Gipsy mencoba mengawinkan idiom musik tradisional Bali plus musik Barat.
Menurut pengamat musik Denny Sakrie, meski telat dari Ray Manzarek (eks The Doors) yang meramu Gamelan Bali dengan rock atau Eberhard Schoener yang membuat “Bali Agung”, tapi upaya Guruh Gipsy patut diberi acungan jempol meski ada sedikit cacat dimana pada lagu”Djanger Saka 1897″ tiba-tiba nongol introduksi khas dari Genesis “Watcher Of The Skies”. Menurut Denny Sakrie hal itu sebenarnya biasa. “Maklumlah sang arranger Roni Harahap lagi demam Genesis pada saat album ini direkam pada tahun 1975,” jelasnya. Disini permainan drum Keenan juga mengikuti gaya Bruford.
Meski hanya setahun dan satu album, tapi nama-nama yang terlibat, sampai sekarang masih mewarnai dunia musik (dan kesenian) di Indonesia. Guruh Soekarno misalnya. Pentolan Guruh Gipsy ini adalah bungu Presiden Pertama Ir Soekarno dengan Fatmawati. Di album ini, Guruh bermain kibor dan gamelan, selain mencipta lirik untuk semua lagu. Inilah band eksperimental Guruh yang cukup sukses. Sampai sekarang Guruh masih aktif berkesenian meski lebih banyak berkiprah di dunia tari. Personil lainnya adalah Chrisye, yang ketika itu main sebagai basis dan vokal. Nama ini sampai sekarang menjadi ikon musik pop yang masih tergolong sukses di pentas musik nasional.
Abadi Soesman sampai sekarang juga masih berikibar sebagai musisi yang kerap membawakan lagu-lagu he Beatles. Selian itu, Abadi masuk lagi ke line-up God Bless bareng Ahmad Albar, Donny Fatah dan Ian Antono. Di Guruh Gipsy, Abadi memainkan Mini Moog.
Keenan Nasution adalah drumer di Guruh Gipsy. Namanya kini memang agak pudar, tapi bukan berarti tak berkiprah lagi. Selain itu, Keenan kini dikenal sebagai musisi yang berpoligami (makluj, istrinya lebih dari 1 -red). Usai dari band ini, bersama saudaranya Odink Nasution (gitaris di Guruh Gipsy -red), dia membantuk Gank Pegangsaan yang juga menjadi salah satu band yang cukup berpengaruh.
Sementara arrangernya adalah Roni Harahap. Nama ini dikenal “jenius” di balik Guruh Gipsy. Album yang kental dengan warna gamelan Bali ini diolah sedemikian rupa oleh Roni sehingga menjadi satu musik progresif rock yang luarbiasa. Idenya memang dari Guruh Soekarno, tapi Roni bisa menterjemahkan dengan bagus. Salah satu lagu yang dianggap luarbiasa adalah Indonesian Mahamaddeka yang sound-nya dianggap seperti ELP (Emerson Lake Palmer -red).
Mencermati lirik-lirik lagu di album Guruh Gipsy memang kental dengan warna Bali. Bukan kebetulan kalau Guruh pun punya darah Bali dari neneknya. Apalagi sejak kecil, Guruh juga sudah belajar tari Bali. Artinya, kesenian Bali bukan barang baru buatnya.
Salah satu lagu yang terkenal adalah Chopin Larung. Tentu agak aneh, ketika Chopin yang musisi klasik disandingkan dengan budaya Larung. Memang tak hanya orang asing tertarik dengan Kuta, seniman sekelas Guruh Soekarnoputra menciptakan lagu tentang kehidupan wisata di Kuta.
Lewat lagu “Chopin Larung” yang dinyanyikan Chrisye, Guruh mengisahkan kehidupan pariwisata dari pantai, Legian, sampai Kayuaya (kini Hotel Oberoi). Ada nada prihatin yang disampaikan Guruh terhadap dampak negatif dari pariwisata, seperti masalah narkotika. Hal ini disampaikan lewat kalimat simbolik, “anak lacur melalung ngadolin ganja”. Kemudian apabila pergaulan dengan orang asing tidak dilakukan dengan selektif, maka akan bisa merusak seni budaya.
Guruh juga mengingatkan, agar masyarakat Kuta tidak lupa dengan Widhi (Tuhan). Sebab kalau itu terjadi, “tan urungan jagi manemu sengkala” (tak urung bakal bisa menemui malapetaka). Kemudian pada syair penutup, Guruh mengajak nyama braya (saudara-saudara) ring Bali, agar jangan sampai melupakan kewaspadaan.
Guruh Gipsy memang sudah “lenyap” secara fisik, tapi secara pengaruh budaya, band ini masih dianggap sebagai salah satu pengusung Progresif Rock terbaik di Indonesia. Tak heran, sampai sekarang, orang masih banyak yang berburu album ini.

Track list album Guruh Gipsy – Self Titled:
01. Guruh Gipsy – Barong Gundah
02. Guruh Gipsy – Chopin Larung
03. Guruh Gipsy – Geger Gelgel
04. Guruh Gipsy – Indonesia Mahardika
05. Guruh Gipsy – Janger 1897 Saka
06. Guruh Gipsy – Sekar Ginotan
07. Guruh Gipsy – Smaradhana

(Sumber: /www.downloadmp3indonesiagratis.info)

Saturday, February 14, 2009

Kalo' nyontek yang bener........


Jakarta - Saya sebenarnya suka sama d'Masiv. Walau terbilang baru, penampilan mereka oke punya lho. Tapi kok lagu-lagu mereka punya kesamaan sama lagu milik orang. Plagiatorkah?

Kemampuan bermusik para pemainnya sih oke. Lirik-liriknya mengena banget. Apalagi kalau Rian sang vokalisnya itu bernyanyi dengan penghayatan luar biasa.

1. Cinta Ini Membunuhku = I Don't Love You - My Chemical Romance

2. Diam Tanpa Kata = Awakening - Switchfoot

3. Dan Kamu = Head Over Heels (in This Life) - Switchfoot

4. CInta Sampai di Sini = Into The Sun - Lifehouse

5. Sebelah Mata = The Take Over, The Break's Over - Fall Out Boy

6. Dilema = Soldier's Poem - Muse

7. Tak Pernah Rela = Is It Any Wonder - Keane

8. Lukaku = Drive - Incubus

Saya juga kaget waktu itu isu ini berkembang bahwa d'Masiv plagiator. Tapi setelah didengar ternyata memang banyak kemiripannya. Kecewa deh akhirnya. Album kedua yang lebih orisinil ya... (pengirim: Agam, Jl. Jawa)

Tulisan diatas saya kutip dari detikcom. Saya sangat tertarik dengan opini yang dikirim oleh orang tersebut. Plagiator. Itu kata-kata yang menarik perhatian saya. Memang plagiator haram hukumnya dalam bermusik. Plagiator sendiri bisa diartikan menjiplak atau membuat suatu karya yang sama persis dengan karya aslinya.

Tapi, untuk masalah d’Masiv ini bukan lah kasus yang pernah. Mungkin, masyarakat sering mengklaim seorang musisi atau grup band sering melakukan plagiat. Dan yang paling sering diklaim masyarakat, bahwa musisi tersebut hasil karyanya menjiplak dari band favoritnya. Kalau sudah begitu, menurut saya bisa saja sesuatu yang lumrah. Mungkin, ketika dalam proses penciptaan lagu musisi tersebut memang menyukai salah satu musisi yang menjadi favorit atau idolanya. Maka tidak heran dalam proses penciptaan lagu tersebut, musisi masih teringat akan lagu yang diidolainya.

Jika berbicara dari segi teknis, maksudnya dari proses penciptaan lagu tersebut bisa saja si musisi membuat note atau kordnya tidak jauh beda dengan kord dari lagu yang digemarinya. Sekali lagi saya katakan, hal itu lumrah saja. Dan itu bisa dikatakan terinfluence atau terinspirasi. Terinspirasi berbeda jauh dengan menjiplak atau plagiator. Kalau plagiator menjiplak lagu sama persis, nah kalau terinspirasi mungkin lagu yang diciptakan ada kemiripan dengan lagu-lagu yang sudah tenar sebelumnya.

Saya sendiri sebenarnya tidak membicarakan masalah plagiat atau terinspirasi, tapi khhususnya tentang grup d’Masiv. Andai saja, mau bertindak picik bisa saja menyontek dari lagu-lagu yang sudah tenar sebelumnya. Tapi, disini d’Masiv menyontek lagu-lagu yang masyarakat luas sudah tahu. Padahal, musik itu ragamnya banyak sekali dan bermacam-macam bentuknya. Mungkin saja, d’Masiv melakukan hal itu untuk mendongkrak penjualan albumnya dipasaran. Jika hal itu tidak dilakukan, bencana akan terjadi. Penjualan album lesu, dan label sebagai pemberi modal pun akan bangkrut karena mereka tidak mendapat pemasukkan dari penjualan album mereka.

Jika memang sudah begitu, tamatlah karier mereka di industri musik. Yah....jika ingin survive di industri musik Indonesia harus seperti itu. Membikin lagu-lagu yang gampang dicerna masyarakat, tapi kita tidak tahu apakah lagu itu berkualitas atau tidak. Mungkin, mereka bisa mengklaim bahwa karya mereka berkualitas dengan dibuktikan penjualan album yang meledak di pasaran. Namun, ini kembali ke masalah persepsi atau motif. Mereka bermain musik untuk profesi, bukan untuk seni. Jika sudah begitu, mau tidak mau atau suka tidak suka harus mengikuti selera pasar.

Maka nya, sewaktu saya masih bersekolah di SMP guru saya pernah berkata “kalau nyontek yang bener”. Memang terdengar lucu jika mendengarnya. Tapi, esensi dari kalimat itu bahwa kita harus pintar-pintar dalam menyontek supaya tidak ketahuan orang kalau hasil karya kita adalah hasil mencontek dari karya yang sudah ada. Sekarang ini, terjadi kebiasaan atau budaya bahwa sesuatu yang salah pun bisa dibenarkan dan sebaliknya. Jadi, kalau mau menyontek hasil karya harus mencari referensi yang orang belum tahu dan kalau perlu aneh serta unik sekalipun. Sehingga orang-orang bisa mengatakan bahwa kita sudah menciptakan tren yang baru.

Saturday, December 20, 2008

Idealis dalam bermusik

jika lu sering mendengar kata-kata idealis atau idealisme lah b

Jika lu sering mendengar kata-kata idealis atau idealisme lah bahasa kerennya berarti yang ada di pikiran ialah seseorang yang egois, mau menang sendiri, atau apalah yang intinya berbuat sesuai dengan keinginannya sendiri.Nah, Kalo dipandang dari segi musik idealis berarti memainkan musik sesuai dengan apa yang musisi inginkan tersebut. Idealis dalam bermusik itu sendiri bisa dilihat dari musik yang gak' lazim bahkan unik, aksi panggung yang heboh dan berbeda dengan aksi-aksi panggung yang sudah ada serta kostum panggung atau pakaian yang aneh.

Akhirnya banyak orang beranggapan musisi yang idealis ialah musisi yang egois dan cenderung gak’ mau memainkan musik yang berbeda dengan musik-musik yang populer atau ngetrend lah' saat ini dan menjadi yang kurang baik dimasyarakat. Tapi berbahagialah bagi musisi-musisi yang sangat idealis tersebut, karena dengan menjadi idealis lu bisa mengeluarkan ide-ide, gagasan-gagasan bahkan gebrakan baru versi sendiri.Selain itu lu bakal jadi diri sendiri karena musik yang dimainkan memang berbeda dengan musik-musik yang sedang trend saat ini dan gak bakal terkesan menjiplak musik yang sudah ada sekarang.

Gimana caranya menjadi musisi yang idealis? Saya akan berikan tips-tips yang mungkin berguna bagi lu:

  1. yakin dari hati kalo' lu emang mau tampil beda

  2. cari influence musik yang orang-orang awam gak' tau

  3. berani malu

  4. kejujuran dalam bermusik adalah kunci utama

  5. cuek dalam menanggapi opini orang-orang disekitar lu

  6. karena sesuai dengan apa yang lu jadi, silahkan menampilkan apa yang lu suka atau gebrakan-gebrakan baru yang belum ada sekarang

Akhir kata, selamat mencoba dan bersenang-senang dengan musik yang lu inginkan dan rebutlah perhatian orang-orang dengan musik yang lu suka.


Hadirnya musisi baru

Band-band baru bermunculan…

Band-band baru bermunculan…..penyanyi baru bermunculan pula….tapi apakah mereka bisa sukses dengan cepat? Padahal kalo dilihat faktanya sih jarang banget yang seperti itu. Atau bisa dibilang karirnya mah biasa-biasa aja. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti : kalo udah masuk major label pasti sudah dianggap menaikkan image sebuah band. Kebanyakan band baru terinspirasi oleh band pujaannya sehingga berujung pada alasan utama yakni memang sudah ngebet ingin sukses dan yang penting diterima oleh major label yang hanya bermodalkan demo lagu aja. Kalo yang ada kayak gitu, yang dihasilkan adalah band-band yang gak punya originalitas sama sekali karena demo yang mereka tawarkan juga hanya mementingkan selera pasar dan yang pasti band-band atau penyanyi tersebut hanya sebagai copy cat dan tidak punya karakter yang kuat dari mereka sendiri.

Kalau mau dicontoh sih’ seperti Kangen band, Matta, St12, Repvblik dan masih banyak lagi band-band yang modelnya seperti itu. Bisa dicermati musiknya yang saya sebut sangat standar banget’ baik dari segi musik dan lirik, sesuai dengan gambaran industri musik sekarang yang menginginkan seperti itu. Ya,akhirnya masyarakat pun menyukai musik-musik seperti itu tanpa harus memilih-memilih apakah bagus atau tidak. Dan juga kalau diperhatikan, dari segi musik, lirik hampir saja band satu dengan band yang lainnya cuma buat beda cuma aransemennya aja.

Tapi, ada juga diantara band-band tersebut aransemennya sama banget, cuma beda bandnya aja. Jadi, musik yang dihasilkan gak punya ciri khas atau gebrakan dalam bermusik. Karena mereka hanya cari aman dan cenderung untuk takut untuk bereksperimen dalam bermusik. Kalau hal itu gak dilakukan,udah pasti penjualan album mereka bakal rugi dipasaran karena tidak sesuai dengan selera pasar. Maka nya bisa dilihat band-band sekarang, mereka sukses karena mereka dikuasai pasar dan keberanian label mempromosikan band tersebut secara besar-besaran.

Lagipula mereka bisa sukses karena faktor lucky nya dan ditolong oleh kondisi pasar yang lagi sesuai dengan musiknya. Jadi, kalau selera pasar udah berubah dan band-band tersebut gak mengikuti perubahan pasar maka bisa dipastikan band tersebut akan ditinggalkan oleh penggemarnya karena tidak sesuai trend musik yang ada sehingga band tersebut tidak laku lagi dipasaran. Berarti hal ini bisa jadi bukti kalau sisi kreatifitas dalam bermusik bisa diatur bahkan dimatikan oleh komersialisme dan industri musik sekarang.

Karenanya musik adalah karya seni dan seni itu identik dengan kebebasan dari segala aturan yang berlaku. Jadi, kalo melihat kondisi sekarang musisi itu bisa saya simpulkan bukan seniman, karena musisi sekarang malah tunduk pada industri musik dan tidak berani mengekpresikan sesuatu yang bisa menjadi ciri khas yang cenderung melawan arus sehingga benar-benar tidak sesuai dengan selera pasar sekarang.

Sekarang, timbul pertanyaan apakah bisa musisi baru itu bisa membuat musik yang berciri khas dan mempunyai originalitas?dan jawabannya bisa aja, asalkan ketika niat awal memutuskan bermain musik untuk kepuasan batin dan sarana penyaluran kreatifitas sehingga mengesampingkan faktor tergiur oleh kesuksesan band-band sebelumnya dan menjadikan musik sebagai sandaran hidup. Jika hal tersebut dilakukan, maka musik yang dihasilkan akan mempunyai ciri khas karena tidak terpengaruh faktor membuat musik secara instan dan kemudahan dalam menikmati musiknya.

Tapi, apakah sekarang sudah seperti itu?jawabannya TIDAK. Semakin band-band mayor label dipromosikan secara besar-besaran maka musisi-musisi instan akan bermunculan semakin banyak akibat efek dari promosi tersebut. Bisa ditegaskan, musik-musik Indonesia akan dipenuhi oleh sesuatu yang berbau instan dan tidak berciri khas sama sekali.Apakah akan seperti ini terus sampai akhir jaman?

Rasa persatuan lewat musik

Musik adalah bahasa yang paling universal dalam menyampaikan be

Musik adalah bahasa yang paling universal dalam menyampaikan berbagai hal, karena bentuk penyampaiannya yang beragam sehingga banyak orang memanfaatkan media ini sebagai sarana pengekspresian diri. Termasuk rasa persatuan. Persatuan sendiri berarti menjadi satu, utuh, tidak terpecah-belah dan solid. Dalam hal ini, saya tidak akan membahas tentang rasa persatuan, tapi saya membahas tentang sebuah acara musik, tepatnya acara indie yang saya datangi hari sabtu (14/6) disebuah kafe kecil, di daerah Jakarta Pusat.

Acaranya sendiri bernama Rasa Persatuan part 2. Awalnya saya memang tidak berminat untuk menghadiri acara ini, karena tidak sesuai dengan selera musik saya. Dari pamflet sendiri, tergambar tentang acara ini, acara metal.Itu pada awalnya, karena terlihat dari design, pemilihan warna serta gambar latar yang memperkuat asumsi saya.

Karena diminta oleh teman saya, akhirnya pun saya datang hanya untuk melihat teman saya manggung. Sebenarnya dari awalnya bukan menonton, tapi mendokumentasikan aksi panggung teman saya dengan kamera, itu juga teman saya yang meminta. Menonton teman saya itu sudah pasti, jika memotret pasti sekalian menonton juga. Untuk hasil fotonya sendiri, nanti akan saya publikasikan di blog saya.

Sesampainya disana, sebuah pemandangan yang membuktikan asumsi saya. Penonton bahkan pengisi acara tersebut mayoritas memakai pakaian hitam-hitam. Tapi yang saya herankan, kenapa rata-rata mereka masih seperti anak sekolah, tepatnya pelajar SMP atau SMA. Bahkan,saya sempat melihat beberapa diantara mereka melakukan ritual yang biasa ada disetiap acara musik, yakni berkumpul bersama demi sebuah alcohol. Parahnya, mereka itu masih terlihat seperti anak sekolah (mudah-mudahan tebakan saya benar). Padahal belum waktunya mereka melakukan hal seperti itu.

Setelah menunggu personil band teman saya yang lain, akhirnya kami pun memasuki kafe tersebut. Untungnya saya tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk membeli tiket, karena saya termasuk rombongan band teman saya yang mendapat free pass. Sesampainya didalam kafe, keadaan memang agak remang-remang, disengaja atau tidak saya tidak tahu persis. Ketika saya sampai dipanggung sedang ada band yang sedang tampil. Ternyata audience, baik yang menonton maupun yang sedang tampil juga mayoritas masih berstatus pelajar.

Penontonnya sendiri tidak terlalu banyak, mungkin hanya sekitar 30an orang saja. Wajarlah, acara indie memang biasanya penontonnya tidak terlalu banyak dan rata-rata yang menonton hanya lah teman-teman mereka sendiri. Bagian tengah kafe sangat lengang, karena hampir semua penonton menempati sisi sebelah kiri stage karena disisi tersebut ada sofa panjang yang cukup nyaman untuk diduduki.

Sepanjang acara, saya memperhatikan band-band yang tampil tapi saya hanya ingat beberapa nama band saja, seperti skater park, power fuck girl.Saya mengamati band-band tersebut sebelum band teman saya tampil, nama band teman saya yakni Twist My Sister’s. Yang saya herankan kenapa band-band tersebut memainkan jenis musik yang sama dan sedang digandrungi oleh remaja-remaja di Jakarta, yakni Emo atau metal core. Terlihat dari musiknya dan ciri khas vokalnya yakni teriakan-teriakan yang saya sendiri pun bingung dari mana roots musiknya. Bahkan ada salah satu band yang teriakannya seperti growl di musik metal, apakah mereka ingin disebut metal juga.

Itu lah emo (sebenarnya bukan jenis musik, tapi saya bingung menyebutnya apa). Seperti kata teman saya, emo itu juga ingin disebut metal, maka nya musik emo ada yang menyebut juga metal core. Cukup lah menyudutkan mereka.

Kembali ke acara tadi, selain musiknya yang seragam diperparah lagi dengan buruknya kondisi alat di stage, terutama drum set dan kurang baiknya sang MC dalam memandu acara, seperti terburu-terburu ingin selesai dan kurangnya komunikasi dengan penonton seperti mengajak penonton berinteraksi atau hanya memberikan joke-joke ringan supaya acara tidak garing. Ada hal unik tapi sebenarnya memalukan di acara itu, ada satu band datang dari Bogor tanpa membawa alat seperti gitar atau bass.

Padahal, panitia yang diwakili MC menyatakan bahwa panitia hanya menyediakan sound dan drum. Apa sebenarnya yang terjadi, padahal seminggu sebelum acara itu panitia mengdakan technical meeting acara tersebut. Jadi, dalam hal ini siapa yang salah, panitia atau si band tersebut. Atau mungkin kedua belah pihak yang melakukan kesalahan.

Dimana rasa persatuan dalam musik jika menampilkan musik yang seragam. Seharusnya jika nama acaranya rasa persatuan musiknya harus beragam, jadi bisa membuktikan kalau scene indie bisa bersatu walau berbeda jenis musik. Tidak pantas acara tersebut dinamakan rasa persatuan, saran saya diganti saja namanya atau dirubah, seperti “rasa persatuan anak emo” atau “rasa persatuan scene emo”. Mungkin kalau nama acaranya seperti itu dan teknis pelaksanaan acara bisa ditata dengan baik dan benar mungkin bisa saja akan berdampak baik kepada semua pihak yang mengetahui nya.

Terlepas dari hal keseragaman musik dan nama acara yang terlalu umum, saya salut dengan band teman saya, Twist My Sister’s. Bukan bermaksud untuk membaguskan band teman saya, mereka tampil di acara tersebut dengan jenis musik yang berbeda yakni modern rock ala Korn. Sangat enerjik dan bahkan sebelum band teman saya tampil, para penonton di luar mulai memasuki cafe dan menempati bagian tengah cafe. Jadi nya terlihat ramai acara tersebut.

Walaupun respon penonton biasa saja ketika band teman saya tampil, tapi saya mendengar dari kakak teman saya yang juga menonton band teman saya, bahwa ada beberapa penonton yang menganggukkan kepalanya mengikuti alunan lagu band teman. Lumayan lah, ada respon positif walau sedikit dari penonton.

Setelah band teman saya tampil dan mereka memutuskan untuk langsung pulang, saya pun mengikutinya. Lagipula saya pun memang tidak merasa nyaman berada cukup lama di tempat dan acaranya yang berantakan tersebut serta suanasa cafe yang sangat pengap dan gerah karena tidak difungsikannya pendingin ruangan di cafe tersebut. Dan asumsi saya bahwa acara tersebut adalah acara metal ternyata salah besar........

Diskriminasi musik oleh televisi

Musik adalah sesuatu yang general

Musik adalah sesuatu yang general. Maksudnya bahwa musik itu adalah sesuatu yang bisa diterima oleh banyak orang tidak mengenal usia, tingkat pendidikan, penghasilan, suku, ras, agama dan masih banyak lagi. Dan musik sendiri walaupun mempunyai bentuk yang bermacam-macam, tapi tetap saja mempunyai tujuan yang sama yakni apakah sebagai bentuk karya seni atau sebagai hiburan semata. Jadi, jika seseorang atau beberapa pihak misalnya tidak menyukai jenis musik tertentu, tidak seharusnya juga pihak tersebut malah menganaktirikannya atau tidak memberikan porsi yang sama dengan musik yang disuka nya.

Jika berbicara tentang memberikan porsi yang sama, berarti musik yang jenisnya bermacam-macam tersebut mendapat kesempatan serta tempat yang sama dengan jenis musik yang lain. Misalnya, musik minoritas seharusnya bisa mendapat porsi untuk mendapat kesempatan serta tempat yang sejajar dengan musik yang sudah mayoritas. Disinilah peran media massa, sebagai forum publik bisa menampilkan hal tersebut. Media massa dalam fungsinya harus sebagai media informasi, edukasi dan hiburan. Itu merupakan fungsi jika dikaitkan dengan musik.

Namun lihatlah sekarang ini, media massa hanya sebagai alat dari kepentingan pemodal besar. Dalam hal ini ada hubungannya dengan musik mayoritas. Bisa dilihat, media massa sekarang hanya cenderung menampilkan musik-musik mayoritas saja atau bisa dikatakan musik yang sedang digandrungi masyarakat sekarang. Sebenarnya apa sih musik yang digemari sekarang? Paling-paling hanya musik-musik yang cenderung easy listening, termasuk didalamnya kategori mellow dan tidak rumit untuk mencernanya. Lalu bagaimana dengan musik-musik yang cenderung rumit untuk dicerna masyarakat, mereka pun terhempas oleh dominasi musik-musik mayoritas sekarang yang memang diakui tampilan di media massa sangat sering dilakukan secara berulang-ulang.

Apa sebenarnya musik-musik mayoritas itu? Yakni musik-musik yang tergabung dalam label-label rekaman skala besar. Karena label-label tersebut menganut paham bisnis yakni mencari keuntungan sebesar-besarnya jadi musik-musik juga harus laku dijual. Lalu seperti apa musik-musik yang laku dijual, ya sudah pasti yang disukai masyarakat. Kalau musik yang disukai masyarakat, diatas saya sudah menjabarkan karakteristiknya.

Namun saya tidak akan membahas label-label rekaman tersebut serta bagaimana mekanisme menjual musiknya. Yang membuat saya miris adalah bagaimana tingkah laku media massa sekarang dalam menampilkan musik ke masyarakat. Contohnya saja media televisi yang ada sekarang. Hampir setiap hari masyarakat termasuk saya, walau saya jarang menonton televisi selalu dijejali oleh musik-musik yang hanya disukai masyarakat. Bagaimana dengan musik-musik yang bisa dikatakan minoritas, sangat jarang ditampilkan atau mungkin saja tidak pernah ditampilkan sama sekali. Apa penyebab dibalik itu semua? Tujuannya adalah untuk mendapatkan iklan dan rating yang tinggi sehingga memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya sehingga mengesampingkan kualitas dari musik yang ditampilkan. Jika saja televisi menampilkan musik-musik yang sedang digemari sekarang, sudah pasti yang menonton pun akan banyak sehingga rating acara tersebut akan naik dan menarik minat pihak-pihak yang hendak memasang iklan di salah satu progam musik tersebut.

Musik-musik jaman sekarang yang saya lihat dari segi jenis musik sangat seragam, tidak ada bedanya. Mungkin yang membedakan hanya nama grup musiknya saja. Sudah begitu, hal itu diperparah dengan tidak adanya karakter atau ciri khas dari grup musik tersebut karena adanya keseragaman dalam bermusik tadi. Jika sudah begini, yang ada hanyalah musik hanya sebagai hiburan semata dan masyarakat pun kehilangan akses informasi tentang jenis musik lain yang mungkin saja belum diketahui masyarakat. Jika sudah begini, berarti bisa dikatakan televisi tidak bisa menjadi sumber informasi dalam hal musik kepada masyarakat dan tidak memberikan kesempatan kepada musik-musik nonmainstream untuk dilihat karyanya oleh masyarakat

Walalupun keadaannya sudah seperti itu, sangat jauh dari ideal namun masih ada stasiun televisi yang mencoba bertahan dengan menampilkan semua jenis musik yang ada, yakni TVRI. Sejak dulu hingga sekarang, TVRI selalu menampilkan berbagai macam musik yang ada baik mayoritas ataukah minoritas, apakah itu pop, rock, etnik, blues, country dan masih banyak lagi. Namun, sayang karena manajemen TVRI yang tidak becus sehingga masyarakat tidak menjadikan TVRI sebagai referensi utama dalam acara-acara musik. Padahal, jika TVRI digarap secara baik dan benar bukan tidak mungkin TVRI menjadi pilihan utama masyarakat dalam menonton acara musik. Jika itu terjadi, maka TVRI akan kembali ke masa-masa jaya nya, dimana ketika belum ada stasiun televisi swasta TVRI menjadi stasiun televisi yang utama.